Salah satu masalah gan yang sering kita jumpai..."Limbah".... Saya akan berbagi informati tentang Limbah .. Silahkan dibaca gan semoga bermanfaat
PENDAHULUAN
            Dalam UU No. 23 tahun 1997  tentang 
Pengelolaan Lingkungan Hidup, terminologi pencemaran lingkungan hidup 
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau 
komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga 
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan 
hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. 
      Untuk mengukur 
turunnya kualitas lingkungan tersebut, maka ditetapkanlah Baku Mutu. 
Istilah kontaminasi, pada hakikatnya lebih kurang sama dengan terminologi diatas, tetapi kosa kata kontaminasi lebih populer dan sering dipergunakan dalam konteks pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3.
                 Permasalahan limbah B3 dalam konteks 
lingkungan hidup di Indonesia menjadi fokus Kementerian Negara 
Lingkungan Hidup saat ini. Berbagai aktivitas industri telah menimbulkan
 lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Kejadian tersebut antara lain 
disebabkan oleh adanya pembuangan limbah B3 ke lingkungan walaupun 
sesungguhnya Peraturan Perundangan telah mengatur larangan membuang 
limbah B3 ke lingkungan.
Beban biaya yang tinggi untuk mengelola 
limbah B3 sering menjadi alasan membuang limbah B3 ke lingkungan tanpa 
diolah terlebih dahulu.
              Pengelolaan limbah B3 diperlukan penanganan 
teknis yang lebih ketat. Pengelolaannya diperlakukan dimulai dari limbah
 B3 dihasilkan, disimpan sementara, dikumpulkan, diangkut, dimanfaatkan 
dan sampai pada pemusnahannya. Semua proses ini memerlukan pengawasan 
dalam hal bagaimana memperlakukan limbah B3 tersebut secara teknis. Dan 
pada akhirnya akan memberikan beban biaya yang relatif tinggi.
             Kecelakaan di dalam proses produksi 
dapat menyebabkan terjadinya lahan terkontaminasi. Terjadinya beberapa 
kecelakaan di dalam proses produksi sering disebabkan oleh peralatan 
yang dinilai telah termakan usia. Semua ini dapat dilihat diberbagai 
jenis industri, baik di industri manufaktur dan agro industri maupun di 
pertambangan dan migas. Faktor kelalaian manusia telah pula menyebabkan 
terjadinya kecelakaan di dalam proses produksi sehingga bahan berbahaya 
dan beracun berada di lahan terbuka.
              Penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 akan menyangkut beberapa aspek antara lain aspek pembiayaan dan aspek teknologi. Illegal dumping, dan
 temuan-temuan kasuistis yang disebabkan oleh terjadinya kecelakaan di 
dalam proses produksi, dalam penanganannya langsung menunjuk sumber 
pencemarnya dengan menerapkan prinsip “Polluters Pay Principle”. Pencemar
 yang melakukan penanggulangannya. Semua beban pembiayaan akan menjadi 
kewajiban si pencemar. Penanganan lahan terkontaminasi yang disebabkan 
oleh sumber pencemarnya yang dapat ditunjuk dengan tegas, maka 
penanganan ini yang disebut sebagai kontaminasi sumber institusi.
 Akan menjadi lebih berat bagi Pemerintah apabila ditemukan limbah B3 
yang sudah menahun di lahan terbuka dan tidak jelas sumber pencemarnya, 
maka dengan menganut asas “pengelolaan lingkungan hidup menjadi tanggung
 jawab Negara” yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 
yang mengatur tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penanganan lahan 
terkontaminasi dari sumber non institusi akan menjadi tanggung jawab 
Pemerintah sepenuhnya. Dan ini akan mengandung resiko beban biaya dan 
pemilihan teknologi dalam penanganannya.
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DAN LIMBAH B3
                 Bahan berbahaya dan beracun (B3) umumnya
 digunakan pada sektor industri, pertanian, pertambangan dan rumah 
tangga. Penggunaan B3 pada berbagai sektor tersebut juga akan 
menghasilkan limbah B3 yang ada di sekitar lingkungan hidup kita dan 
memerlukan pengelolaan lebih lanjut. Kandungan limbah B3 terdapat pada 
berbagai produk makanan, minuman, konstruksi, elektronik, alat-alat 
rumah tangga, kosmetik, kendaraan bermotor, dan sebagainya, bahkan bebas
 melayang-layang di udara.
              Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 
(Limbah B3) mempunyai dampak yang relatif besar dan penting terhadap 
manusia dan lingkungan sekitarnya. Apabila limbah B3 tidak dikelola 
dengan baik, resiko kecelakaan kerja dan pencemaran akan semakin besar.
             Pengelolaan Limbah B3 merupakan salah 
satu rangkaian kegiatan yanng mencakup penyimpanan, pengumpulan, 
pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan 
hasil pengolahan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan pelaku pengelolaan
 limbah B3 antara lain :
•   Penghasil Limbah B3
•   Pengumpul Limbah B3
•   Pengangkut Limbah B3
•   Pemanfaat Limbah B3
•   Pengolah Limbah B3
•   Penimbun Limbah B3
           Dengan demikian, pengawasan dilakukan 
sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh 
pengolah limbah B3, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan 
sistem manifest berupa dokumen limbah B3.
            Banyak industri yang tidak menyadari, 
bahwa limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori limbah B3, sehingga
 dengan mudah limbah dibuang ke sistem perairan tanpa adanya pengolahan.
 Pada hakekatnya, pengolahan limbah adalah upaya untuk memisahkan zat 
pencemar dari cairan atau padatan. Walaupun volumenya kecil, konsentrasi
 zat pencemar yang telah dipisahkan itu sangat tinggi. Selama ini, zat 
pencemar yang sudah dipisahkan (konsentrat) belum tertangani dengan 
baik, sehingga terjadi akumulasi bahaya yang setiap saat mengancam 
kesehatan dan keselamatan lingkungan hidup. Untuk itu  limbah B3 
(termasuk yang masih bersifat potensial) perlu dikelola antara lain 
melalui pengolahan limbah B3.
Berikut adalah beberapa tehnik pengolahan limbah B3 (Setiyono, 2002) antara lain :
        1. Netralisasi      (pengolahan secara kimia)
           Proses netralisasi diperlukan apabila 
kondisi limbah masih berada di luar baku mutu limbah (pH 6-8), sebab 
limbah di luar kondisi tersebut dapat bersifat racun atau korosif. 
Netralisasi dilakukan dengan mencampur limbah yang bersifat asam dengan 
limbah yang bersifat basa. Pencampuran dilakukan dalam suatu bak 
equalisasi atau tangki netralisasi.
           Netralisasi dengan bahan kimia dilakukan
 dengan menambahkan bahan yang bersifat asam kuat atau basa kuat. Air 
limbah yang bersifat asam umumnya dinetralkan dengan larutan kapur 
(Ca(OH)2), soda kostik (NaOH) atau natrium karbonat (Na2CO3). Air limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4), HCI atau dengan memasukkan gas CO2 melalui bagian bawah tangki netralisasi.
        2. Pengendapan
           Apabila konsentrasi logam berat di dalam
 air limbah cukup tinggi, maka logam dapat dipisahkan dari limbah dengan
 jalan pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan 
dengan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda kostik (NaOH) dengan
 memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan 
terjadi pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai
 kelarutan minimum.
          3. Koagulasi      dan Flokasi (pengolahan secara kimia)
            Digunakan untuk memisahkan padatan 
tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami padatan 
tersebut lambat atau tidak efisien. Koagulasi dilakukan dengan 
menambahkan bahan kimia koagulan ke dalam air limbah. Koagulan yang 
sering digunakan adalah tawas (Al2(SO4)3).18H20; FeC13; FeSO4.7H20; dan lain-lain.
           4. Evaporasi      (penyisihan komponen-komponen yang spesifik)
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk 
menguapkan pelarut yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut 
terpisah dan dapat diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat 
pelarut yang memiliki titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
            5. Insinerasi
Insinerator adalah alat untuk membakar 
sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang perlu syarat teknis
 pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Pengolahan secara 
insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di 
dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Ukuran, desain dan 
spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik 
dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi dengan alat 
pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Disamping pengolahan limbah B3, upaya pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
- Pertama, reduksi limbah dengan menyempurnakan penyimpanan bahan baku dalam proses kegiatan proses atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.
- Kedua, kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 (lihat Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995).
- Ketiga, penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku (lihat Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995).
- Keempat, pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.
- Kelima, kegiatan pengangkutan selayaknya dilengkapi dengan dokumen pengangkutan (manifest) dan ketentuan teknis pengangkutan.
- Keenam, upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
- Ketujuh, pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, clan solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan.
- Kedelapan, kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
             Berbagai upaya dan tahapan pengelolaan 
limbah B3 secara teknis tersebut ditempuh melalui instrumen atau 
perangkat perizinan pengelolaan limbah B3. Saat ini, kewenangan untuk 
menerbitkan izin pengelolaan limbah B3 adalah Pusat (Kementerian Negara 
Lingkungan Hidup, dan instansi teknis terkait).
KONTAMINASI &  LIMBAH B3
                   Kegiatan penanganan kontaminasi lahan 
atau remediasi adalah merupakan upaya pemulihan kualitas media 
lingkungan baik media tanah, pesisir dan perairan akibat terkontaminasi 
bahan dan limbah berbahaya dan beracun (B3 dan Limbah B3).  
                   Kegiatan ini
 memiliki ciri khas dan karakteristik yang spesifik yaitu kegiatannya 
bersifat relatif lama (jangka waktu relatif panjang) dan memerlukan 
biaya yang relatif besar. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, Deputi 
Pengelolaan B3 dan Limbah B3, KLH melalui Asdep Urusan Pemulihan 
Kualitas Lingkungan terus menaruh perhatian terhadap penanganan 
kontaminasi limbah B3.  
                 Sampai dengan tahun 2006 telah dilakukan 
penanganan media lingkungan seluas ± 11,97 hektar dengan volume sebesar ±
 9.200,93 ton di 13 lokasi media terkontaminasi limbah B3. Data KLH 
Tahun 2006 menyebutkan bahwa hasil pengawasan melalui program penaatan 
perusahaan (PROPER) sebesar 6.932.687,62  ton limbah B3 dihasilkan dari 
 industri sektor pertambangan, energi, dan migas (PEM), serta sektor 
manufaktur dan agroindustri. 
                   Dari jumlah tersebut sebanyak 83.5% telah 
dikelola sedangkan sisanya sebanyak 16.5% belum dikelola. Masih 
tingginya angka limbah B3 yang belum dikelola disebabkan karena beban 
biaya yang relatif tinggi untuk mengelola limbah B3 sehingga hal 
tersebut tentunya berpotensi menimbulkan kontaminasi limbah B3 terhadap 
media lingkungan.
                  Apabila kita bandingkan dengan kondisi 
di Amerika Serikat, berdasarkan data statistik setiap tahunnya di 
Amerika Serikat terdapat 1300 – 1400 ”contaminated site”, namun dalam penanganannya di Amerika Serikat menggunakan instrumen ”super funds” (dana standby/siap
 pakai untuk pemulihan lingkungan), sehingga upaya proses pemulihannya 
dapat berlangsung cepat dan tepat, tanpa menunggu ditemukannya 
penanggung jawab terhadap ”contaminated site” tersebut.
                  Kondisi ini sangat berbeda dengan di Indonesia, sehingga untuk berbagai kasus ”illegal dumping”
 B3 dan limbah B3 yang terjadi, upaya pertama yang sangat penting 
dilakukan adalah menemukan penanggung jawab aktivitas illegal tersebut. 
Konsekuensinya adalah, upaya penanganan kontaminasi tidak dapat 
dilakukan cepat dan tepat, sementara eksposure terhadap lingkungan terus berlangsung.  Oleh karena itu, asas yang dianut undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah strict liability (tanggung jawab mutlak), sebagaimana tertulis dalam pasal 35 ayat  1.
                   Untuk mengantisipasi komplikasi permasalahan tersebut, sudah saatnya diperlukan kebijakan ataupun policy
 yang mendorong  adanya instrumen  yang dapat berfungsi sebagai penjamin
 atau garansi, apabila terjadi kontaminasi B3 dan limbah B3, atau 
tepatnya semacam environmental insurance. Sebagaimana diuraikan
 diatas, bahwa upaya penanganan kontaminasi yang dilakukan untuk 
pemulihan lingkungan, memerlukan jangka waktu yang panjang dan cost yang
 relatif besar. Sehingga, dengan demikian apabila terjadi kontaminasi, 
maka upaya penanganannnya dapat berlangsung dengan cepat dan tepat, dan 
lingkungan dapat terjaga dengan baik.
PENANGANAN CLEAN-UP (PEMULIHAN) 
PADA LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
1. Tahapan Penanganan Lahan
           Dalam melakukan penangan lahan terkontaminasi limbah B3 prinsipnya “Polluter Pay Principle”
 atau pencemar yang akan membiayai pelaksanaan kegiatan mulai dari 
clean-up lahan terkontaminasi dan pengelolaan tanah terkontaminasi.
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan untuk melakukan penanganan lahan terkontaminasi tersebut :
        a.  Perencanaan
                 Pada perencanaan penanganan lahan 
terkontaminasi dibahas secara terperinci mengenai 
        penyebab, luas dan 
prakiraan volume (limbah B3 dan tanah terkontaminasi), pemetaan, tahapan 
        penanganan, pengambilan sampel, tingkat keberhasilan clean-up, pengelolaan limbah B3 dan tanah 
        terkontaminasi disepakati oleh pencemar dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
         b.  Penanganan/pelaksanaan
                Pada saat penanganan mengacu kepada 
dokumen perencanaan yang disampaikan kepada KLH . 
         Pelaksanaan dilakukan 
oleh Pejabat Pengawas yang ditugaskan oleh Institusi yang menangani 
         Lingkungan Hidup.
         c.  Evaluasi
                 Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dilakukan berdasarkan pemenuhan :
          1)    Penanganan Clean-up lahan
 terkontaminasi, untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang
                 mengacu kepada data laboratorium dan pakar jika diperlukan untuk kepastian 
sesuai dengan 
                 bidangnya.
          2)    Pengelolaan Limbah B3 dan Tanah 
Terkontaminasi, untuk mengetahui bahwa limbah B3 dan
                 tanah terkontaminasi memenuhi peraturan perundangan pengelolaan limbah B3.
           d.  Pemantauan
                         Pemantauan diwajibkan kepada pihak yang 
melakukan kegiatan selama minimal 1 (satu) 
         tahun setiap 6 (enam) bulan 
untuk dikeluarkan surat pernyataan dari KLH, yaitu Surat Status 
         Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT).
2 . Evaluasi dan Pemantuan
           a.  Data Penanganan Lahan Terkontaminasi
                         Diitampilkan beberapa data berupa gambar dan tabel beberapa jenis tampilan yang 
           menggambarkan :
                  1)    Gambar luas lahan terkontaminasi dan sumber industri yang menyebabkan terjadinya lahan 
                         terkontaminasi;
                  2)    Gambar volume limbah B3 dan tanah terkontaminasi dari sumber industri yang
                          menyebabkan terjadinya lahan terkontaminasi;
                  3)    Tabel luas lokasi penanganan lahan terkontaminasi yang terjadi di beberapa provinsi;
                  4)    Gambar lokasi terjadinya/peruntukan lahan tempat terjadinya lahan terkontaminasi.
              b.  Penyebab Kejadian
                           Kegiatan usaha/industri dalam melakukan 
aktivitas pengumpulan, penyimpanan, pengang
                kutan, pemanfaatan dan 
pengolahan limbah B3 tidak terhindar dari adanya ceceran, bocoran dan 
               kecelakaan, yang akan sampai kepada media lingkungan khususnya lahan dan
 mengakibatkan 
               tercemarnya lahan oleh limbah B3.
                          Dari kasus penanganan lahan 
terkontaminasi, kejadian kecelakaan yang sering dijumpai 
              adalah di 
Industri Migas. Kecelakaan berasal dari semburan pemeliharaan sumur 
minyak tua, 
              kebocoran pipa distribusi crude oil dan kecelakaan robeknya house Single Souring Mouy (SBM).
                         Berdasarkan hasil temuan lapangan PROPER, kontaminasi terjadi berasal dari 
              antara lain sludge pond industri Migas, landfill pada kegiatan industri Manufaktur
              dan Agro Industri.
                         Untuk kasus illegal dumping 
ditemukan pada kegiatan Industri Tekstil dan Industri Jasa 
              Pengolahan 
Limbah B3 seperti yang terjadi di Bekasi, Tangerang, Kabupaten Bogor dan
 Batam.
             c.  Clean-up Lahan Terkontaminasi
                           Dalam penanganan lahan terkontaminasi 
langkah awal melakukan pemetaan area 
                terkontaminasi memerlukan 
data-data tambahan antara lain :
                     1)     Topografi;
                     2)     Permeabilitas, porositas;
                     3)     Jenis tanah dan kualitas;
                     4)     Hydrogeologi;
                     5)     Peruntukan lahan;
                     6)     Keadaan lingkungan sekitar seperti lokasi permukiman, kawasan lindung sumber air.
                         Setelah dapat dipastikan area lokasi 
lahan terkontaminasi maka dilanjutkan dengan
                mengetahui seberapa jauh 
sebaran dan kedalaman “kontaminan” pada lahan tersebut. Dengan data 
                pengukuran dan laboratorium tersebut maka dapat diketahui luas dan 
volume limbah B3 dan tanah 
                terkontaminasi. Kemudian tahap selanjutnya 
melakukan pengelolaan limbah B3 dan tanah terkon
                taminasi, pengolahan 
secara in-situ atau eksitu.
                         Proses (tahapan) clean-up dinyatakan
 berhasil jika telah memenuhi tingkat keberhasilan
               yang di tentukan 
antara lain oleh: titik referensi, acuan (baku mutu) standart dan risk base 
               screening level
 (RBSL). Jika belum tercapai tingkat keberhasilan maka tahapan 
pembersihan 
               dilanjutkan kembali, sampai memenuhi tingkat 
keberhasilannya.
              d.  Waktu Penanganan
                          Penanganan lahan terkontaminasi umumnya 
memerlukan waktu cukup lama dari
                6 (enam) bulan bahkan ada yang sampai 3
 (tiga) tahun untuk lahan terkontaminasi yang cukup luas 
               dan kontaminan 
sudah menjalar ke air tanah. Selain itu tahapan yang harus dilakukan 
memerlukan 
                evaluasi yang dinamis dan biaya yang cukup besar.
JENIS- JENIS LIMBAH DAN SUMBER INDUSTRI 
PADA LAHAN TERKONTAMINASI
            Beberapa pelaksanaan penanganan lahan 
terkontaminasi limbah B3  menurut jenis dan sumber industrinya dapat 
dilihat pada Tabel 6.1. :
                               Tabel 6.1. Jenis Limbah dan Sumber Industri
| No | Jenis Limbah | Sumber Industri | 
| 1 | Nikel Sludge dari Industri Otomotive | Automotif | 
| 2 | Cooper Slag | Pengolahan Limbah B3 | 
| 3 | Catalis | Industri Besi dan Baja | 
| 4 | Industri Pengolahan Limbah B3 | Industri Pengolahan Limbah B3 | 
| 5 | Industri Tekstil | Tekstil | 
| 6 | Industri Polymer | Polymer | 
| 7 | Crude Oil | Unit Pengolahan Eksplorasi Produksi (EP) | 
| 8 | Sludge Oil | EP | 
| 9 | Oil base mud | EP | 
| 10 | Centrat | Drillimg Mud | 
| 11 | Kegiatan Pengeboran Panas Bumi | Panas Bumi | 
| 12 | Baterai Bekas | Baterai | 
| 13 | Acid Sludge | Unit Pengolahan Migas | 
| 14 | Dregg an Gridd | Pulp & Paper | 
| 15 | Humic and Gyps | Makanan | 
        Secara umum penanganan lahan 
terkontaminasi terhadap Perusahaan yang ada di Sumatera dari tahun 2005 
sampai dengan 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.2. :
        Tabel 6.2. Penanganan Lahan Terkontaminasi di Sumatera Tahun 2005 – 2008
| Propinsi | Sumber | Jenis Limbah | Luas (m2) | Volume (m3) | Keterangan | Mulai | Selesai | 
| Riau | PT. Chevron Indonesia (Darling, Pekanbaru) | Sludge Oil | 200,000 | 1,000,000 | Belum | 2007 | |
| PT. Chevron Indonesia (Minas, Pekanbaru) | Sludge Oil | 1,000,000 | 1,000,000 | Belum | 2008 | ||
| PT. Medco | Sludge Oil | 120 | 7,2 | Belum | 2008 | ||
| Lampung | PT. Miwon Indonesia | Humic dan Gypsum | 350,000 | 18,000 | 2005 | ||
| Sumatera Selatan | PT. Pertamina EP | Crude Oil | 3,900 | 3,000 | Selesai | 2005 | 2007 | 
| PT. Tanjung Enim Lestari | Dregs dan Grids | 3,025 | 8,830 | 2007 | 2008 | ||
| Kepulauan Riau | PT. Adpel | Cooper Slag | 12,000 | 50 | Selesai | 2005 | 2006 | 
| PT. Primanru | Cooper Slag | 224 | 2,230 | Selesai | 2007 | 2007 | 
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
1.  Tahapan Alur Penanganan Lahan Terkontaminasi Limbah B3
          Untuk penanganan lahan terkontaminasi ada beberapa tahapan alur penanganan terhadap media yang terkontaminasi limbah B3, yaitu :
                1.   Identifikasi      Lahan terkontaminasi dapat bersumber dari :
- Pengadaan/laporan masyarakat.
- Informasi dari Asiten Deputi Pertambangan Energi dan Migas.
- Informasi dari Asisten Deputi Manufaktur dan Agro Industri.
- Informasi dari Deputi Penegakan Hukum.
- Dan Informasi dari pihak lain yang dapat dipertangunggjawabkan.
- Apabila lahan terbukti terkontaminasi limbah B3 maka akan segera dilakukan penanganan sesuai dengan kondisi dan ketetuan yang berlaku serta berkoordinasi dengan instansi yang terkait dan pihak yang bertanggung jawab. Apabila tidak terbukti terkontaminasi limbah B3 maka akan langsung dianggap selesai.
- Apabila terbukti maka perlu dipertimbangkan :
           *)   Beresiko sangat tinggi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sekitar.
           **)    Beresiko tinggi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sekitar.
          ***) Apabila dibiarkan saja maka akan beresiko terhadap kesehatan manusia 
                  dan lingkungan hidup sekitar.
                  2. Tahapan-tahapan penanganan Clean-Up :
- Isolasi Lahan
- Pengukuran Luas Lahan
- Pembuatan Peta Administarsi dan peta lokasi lahan terkontaminasi limbah B3
- Sampling I
- Pembuatan peta pengambilan sampel
- Pengukuran volume Limbah B3
- Evaluasi I
- Pengangkatan dan Pengangkutan (Teknologi yang dipakai)
- Sampling II
- Evaluasi II
- Pengawasan (Monitoring)
- Apabila lahan sudah bersih atau sudah tidak terkontaminasi atau kualitas lahan sudah hampir menyamai dengan kondisi awalnya maka akan di buat Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT). Diterbitkannya SSPLT sebagai pernyataan dari KLH Cq Deputi IV bahwa lahan tersebut sudah selesai dilakukan penanganan.
PENUTUP
                  1. Kesimpulan
                        Dari penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 dapat disimpulkan sebagai berikut : 
                    1. Bahwa      penyebab terjadinya lahan terkontaminasi adalah kecelekaaan, illegal      dumping,
           dan landfiill. Penanganan lahan terkontaminasi      dilakukan terhadap berbagai jenis limbah antara lain 
           adalah : Sludge IPAL , Crude oil, Acid sludge, drilling mud, centract      Mud oil, katalis, copper 
           slag, Nikel slag, grids dan dregss serta Humic dan Gyps.
2. Kualitas tanah yang sangat bervariasi serta beragamnya jenis limbah industri menjadi salah
satu faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan standar atau baku mutu tanah terkontaminasi
limbah B3. Keberadaan reference ataupun acuan sangat diperlukan dalam penanganan lahan
terkontaminasi limbah B3. Mengingat saat ini baku mutu tanah terkontaminasi yang sudah
dimiliki adalah baku mutu untuk tanah terkontaminasi limbah minyak bumi dan belum ada untuk baku
mutu tanah terkontaminasi akibat limbah kontaminan lainnya, maka acuan yang dipakai sebagai
pengganti baku mutu tanah terkontaminasi akibat limbah lainnya adalah kriteria tanah yang
mengacu pada pengambilan Titik Reference/Background dan
Study Risk Base Screening Level (RBSL).
3. Pada saat ini pemerintah belum memiliki standar atau baku mutu untuk pengelolaan
tanah terkontaminasi limbah B3 dari kegiatan lainnya. Baku mutu pengelolaan limbah B3 yang
sudah ada saat ini adalah Baku mutu total kadar maximum limbah B3 dan Toxicity Charateristic
Leaching Procedure (TCLP) yang ada di Kepdal No.04/09/1995 tentang tatacara persyaratan
penimbunan hasil pegolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan dan lokasi bekas penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun tidak dapat secara otomatis/langsung dijadikan acuan sebagai pengganti baku mutu untuk tanah terkontaminasi limbah B3.
Baku mutu Total Kadar Maximum Limbah B3 dan TCLP yang ada dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No 04 /09/1995 ini tidak bisa mewakili nilai bebas terkontamisi limbah B3. Total kadar maximum limbah B3 adalah baku mutu untuk menentukan apakah suatu limbah B3 termasuk kategori landfill kelas I, II, atau III, sedangkan Uji TCLP adalah uji untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi dari limbah B3 dan menunjukkan angka layak tidaknya limbah untuk dilandfil. Dalam penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 dari industri, Baku mutu dalam Kepdal No. 04/09/1995 ini hanya digunakan untuk menangani kasus kasus tertentu seperti pengangkatan (clean-up) bunker limbah B3 dari bekas painting sludge dari kegiatan industri otomotif.
                   2. Saran 
                      Penanganan lahan terkontaminasi masa 
mendatang diperlukan pengembangan kebijakan dan 
           teknologi antara lain : 
dana penanggulangan kecelakaan dan clean-up media terkontaminasi
           limbah 
B3, misalnya super fund, dan dana jaminan kecelakaan akibat limbah B3 seperti
          di negara lain, mempersiapkan sistem emergency response
 pada penanggulangan kecelakaan pihak 
          penanggungjawab usaha/kegiatan, 
pemulihan lingkungan dan pasca pemulihan kualitas lingkungan, dan 
          pegembangan teknologi pengolahan lahan terkontaminasi insitu dan eksitu 
serta air tanah
          yang tercemar limbah B3.
 


